Jumat, 02 Desember 2011

DISCOURSE ANALYSIS

Analisis teks lebih pada hal tentang sistem bahasa berasaskan teks, sedangkan analisis wacana lebih daripada itu, yaitu prihal bahasa bukan saja untuk menguraikan bahasa malah mengapa bahasa digunakan demikian. Analisis teks melihat bahasa manakala analisis wacana melihat secara ‘mendatar’.
Analisis wacana di dalam ilmu komunikasi bersumber dari pemikiran Marxis Kritis. (Stephen W. Littlejohn, 2002; Stanley J. Baran and Denis K. Davis, 2000). Ada tiga aliran pemikiran yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu: (1). Aliran Frankfurt (Frankfurt School); (2). Studi Budaya (Cultural Studies); (3). Studi Wanita (Feminist Study). ( Stephen W. Littlejohn, 2002).
Sementara itu, McQuail, yang menitikberatkan perhatiannya kepada pemikiran Marxis secara keseluruhan, mengajukan lima cabang teori yang berkembang di dalamnya yaitu:
(1). Teori Marxis Klasik (Classical Marxism);
(2) Teori Ekonomi Politik Media (Political Economic Media Theory);
(3) Teori Aliran Frankfurt (Frankfurt School);
(4) Teori Hegemoni (Hegemonic Theory);
(5) Teori Pendekatan Sosial-Budaya (Sociocultural Approach), biasa disebut Studi budaya (Cultural Studies). (Denis, McQuail, (1994).
Wacana di dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam. Menurut Norman Fairclough (1995), wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Fiske, wacana harus diartikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat; W. O’Bar, wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang kepada yang lainnya. (Stephen Harold Riggins, 1997); Eriyanto (2001), wacana berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi, yang substansinya tidak terlepas dari kata, bahasa, atau ayat. Dalam (Sobur Alex, 2001), wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Pada dasarnya, Ada tiga paradigma dalam analisis wacana, yaitu positivis-empiris (lazim juga disebut positivisme), konstruktivisme, dan kritis. (Hikam, A.S., dalam, Latif, Y. dan Ibrahim, I.S. [ed.], [1996]).
Pertama, positivis-empiris. Salah satu cirinya adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Inti bahasannya, apakah suatu pernyataan disampaikan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Dengan demikian analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan ayat, bahasa, dan pengertian bersama.
Kedua, konstruktivisme. Menolak pemisahan antara subjek dan objek bahasa. Menempatkan subjek sebagai aktor sentral dalam kegiatan wacana. Subjek boleh melakukan kontrol terhadap maksud-maksud yang ada dalam wacana.
Ketiga, kritis. Di sini, analisis wacana menekankan pada konstalasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dipandang sebagai subjek yang netral, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada di masyarakat.
Jadi, wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril. Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar