Sabtu, 10 Desember 2011

Social Media dan Jurnalistik Warga

Gegap gempita media sosial telah kita rasakan beberapa tahun terakhir. Media sosial oleh sejumlah penggunanya bukan lagi sekadar menjadi ajang  narsis dan pamer pencapaian diri. Lebih dari itu tak sedikit pengguna yang meningkat levelnya, dengan menjadikannya sebagai tempat melaporkan sesuatu kejadian, menuangkan hasil reportase. Citizen journalism makin naik daun seiring perkembangan social media.
Nggak di Facebook, nggak di Twitter, nggak di Kompasiana atau blog pribadi.  Mereka secara sengaja, tak sengaja atau bahkan sengaja banget telah melakukan kerja jurnalistik yang diistilahkan dengan “6M” yaitu mencari, mengobservasi, mengolah, menulis dan kemudian menyajikan/mempublish. Mereka inilah para jurnalis warga.
Saya ingin menggarisbawahi salah satu bagian kerja jurnalistik yaitu: “MENULIS”. Menulis adalah  level tertinggi dalam keterampilan berbahasa setelah membaca dan berbicara. Orang yang suka membaca belum tentu bisa menulis. Orang yang cakap berbicara belum tentu mampu menuliskan apa yang dibicarakannya. Kompasianer sudah melakukan reportase, namun belum tentu bisa menuliskannya dengan baik dan menarik.
Pendeknya, saya berikan apresiasi tinggi kepada semua yang telah menulis di Kompasiana ini. Lebih terkhusus lagi pada mereka yang gemar menulis karya jurnalistik (laporan), yang akhirnya turut meramaikan spirit jurnalisme warga melalui media sosial. Lebih keren lagi, informasi yang disajikan para jurnalis warga ini acapkali tak kalah menarik dan penting dibanding yang disajikan oleh media profesional. Lihat saja di jagat Kompasiana ini. Begitu banyak kisah inspiratif dan informasi yang penting diketahui, menyangkut  hajat hidup orang banyak.
Yang menakjubkan lagi, teknis penulisannya begitu beragam dan kreatif. Saya harus mengakui tak jarang ketika ada informasi yang sama disajikan jurnalis profesional dan kompasianer, ternyata tulisan kawan kompasianer lebih enak dibaca dan tetap memenuhi kaidah-kaidah penulisan hasil reportase.
Namun sayang di antara kawan-kawan jurnalis warga masih ada yang mengabaikan  kaidah penulisan karya jurnalistik, bahkan prinsip-prinsip dasar  yang mestinya dipegang. Tentang kaidah-kaidan dan prinsip dasar ini saya sudah menulis di postingan-postingan sebelumnya. Namun izinkan saya menuliskannya kembali untuk mengingatkan.
1. Rumus kuno 5W+1H.
Tulisan jurnalistik tidak lengkap bila meninggalkan satu saja di antara unsur: what, who, where, when. why + how.
2. Prinsip ABC
Tulisan hasil reportase sedapat mungkin memenuhi prinsip ABC terkait accuracy (keakuratan), balance (keseimbangan) dan clarity (kejelasan). Intinya menulis itu harus akurat, diusahakan balans dengan melihat sebuah peristiwa dari berbagai sisi, di samping juga harus jelas, tidak menimbulkan pertanyaan bagi pembacanya.
3. Nilai berita (news value)
Makin banyak nilai berita dari sebuah tulisan, publik makin ingin membaca. Nilai berita: penting, aktual, kontroversial, dekat di hati pembaca, menyangkut nama terkenal, memanggil rasa kemanusiaan.
4. Jujur!
Jurnalis harus jujur. Tak terkecuali jurnalis warga dong. Kata eyang guru jurnalistik Bill Kovach, kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran. Jadi kebenaran harus dijunjung tinggi, dan prasangka buruk dan fitnah harus dijauhkan dari tulisan jurnalistik.
5. Kode Etik Jurnalistik
Akan sangat baik bila jurnalis warga juga memahami Kode Etik Jurnalistik, dan syukur-syukur UU Pers. Karena sangat banyak poinnya, tidak akan saya sebutkan satu per satu. Silakan bagi yang menginginkan untuk mencari sendiri atau tanya sama Embah Google.
Dengan memahami kaidah-kaidan dan prinsip dalam jurnalistik, semoga tak terjadi lagi kasus  hoax, informasi  misleading dan lain-lain yang hanya akan memperburuk penilaian publik terhadap Kompasiana yang menjunjung tinggi spirit jurnalisme warga.  Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan pada Kompasiana. Dan semoga makin banyak laporan yang aktual, penting dan menarik dari para jurnalis warga Kompasiana.
Kelemahan
Entah ini sebuah kelemahan atau kelebihan. Jurnalis warga adalah warga yang bebas, tidak tunduk pada perusahaan pers atau pemilik industri media. Kabar baiknya, jurnalis warga tidak harus taat pada aturan perusahaan yang ketat, dan tidak menerima penugasan dari siapapun. Mereka hanya harus tunduk pada aturan main yang berlaku di media sosial tempat dia menuangkan karya. Namun dengan kenyataan ini, pada satu sisi jurnalis warga juga tidak mendapat pelatiha apapun terkait dengan teknik penulisan berita dan etikanya dll. Mereka harus belajar dan cari tahu sendiri.
Selain itu, yang paling penting, jurnalis warga terpaksa bertanggung jawab sendiri atas hasil karya jurnalistiknya.  Tidak seperti mainstream media di mana penanggung jawab berita yang telah dipublish biasanya Pemimpin Redaksi. Sementara Facebook, Twitter atau Kompasiana tidak akan turut campur bila timbul masalah hukum terkait dengan konten/isi laporan yang ditulis jurnalis warga.
Walau demikian, tetap aja: Semangkaaaaaa!!!!




1322790541989045061sumber : http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/02/social-media-dan-jurnalis-warga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar